Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) resmi mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025. Berdasarkan data terkini, tingkat pemahaman dan akses masyarakat terhadap layanan keuangan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil survei tahun sebelumnya.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung BPS, Jakarta, pada Jumat (2/5/2025), Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menjelaskan bahwa indeks literasi keuangan secara nasional untuk tahun 2025 mengalami kenaikan. Angka indeks literasi keuangan nasional naik dari 65,43 persen di 2024 menjadi 66,46 persen pada tahun ini dalam kategori metode keberlanjutan.
“Kenaikan ini menunjukkan bahwa kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan semakin baik, meskipun masih ada ruang untuk perbaikan, terutama di sektor-sektor tertentu,” ungkap Ateng.
Jika ditinjau menggunakan pendekatan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), yang memperluas cakupan pengukuran dengan memasukkan sembilan sektor lembaga jasa keuangan (LJK), sistem pembayaran, BPJS, dan lembaga keuangan non-bank lainnya, maka indeks literasi keuangan tahun 2025 mencapai angka 66,64 persen.
“Artinya, berdasarkan cakupan penuh DNKI, masyarakat menunjukkan peningkatan pemahaman terhadap instrumen keuangan yang tersedia,” kata Ateng.
Untuk layanan keuangan konvensional, peningkatan literasi keuangan juga terlihat signifikan. SNLIK 2025 mencatat indeks literasi konvensional dengan pendekatan keberlanjutan naik dari 65,08 persen di tahun 2024 menjadi 66,45 persen pada tahun ini. Jika dilihat dari sisi cakupan penuh DNKI, indeks ini mencapai 66,64 persen.
Namun demikian, pada segmen layanan keuangan berbasis syariah, literasi masyarakat masih berada di level yang lebih rendah jika dibandingkan dengan layanan konvensional. Menurut Ateng, hasil SNLIK 2024 menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah berada di angka 39,11 persen. Tahun 2025 mencatatkan perbaikan, meskipun tidak terlalu signifikan, menjadi 43,42 persen.
Sementara itu, dari sisi inklusi keuangan — yaitu akses masyarakat terhadap berbagai layanan keuangan — juga menunjukkan perbaikan yang cukup mencolok. Indeks inklusi keuangan nasional berdasarkan pendekatan keberlanjutan naik dari 75,02 persen di tahun 2024 menjadi 80,51 persen di tahun 2025.
“Kami melihat peningkatan ini sebagai hasil dari berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan lembaga keuangan dalam memperluas jangkauan layanan, termasuk program digitalisasi keuangan dan literasi yang lebih merata ke berbagai wilayah,” ujar Ateng.
Dalam cakupan penuh DNKI, indeks inklusi keuangan mencatat angka yang lebih tinggi lagi, yakni sebesar 92,74 persen. Artinya, sebagian besar masyarakat Indonesia kini telah memiliki akses terhadap berbagai bentuk layanan keuangan formal.
Secara khusus, indeks inklusi layanan konvensional juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Angkanya meningkat dari 75,55 persen (2024) menjadi 79,71 persen (2025) untuk pendekatan keberlanjutan. Sedangkan dalam cakupan DNKI, indeks inklusi layanan konvensional naik menjadi 92,61 persen.
Adapun untuk layanan keuangan syariah, meskipun masih tertinggal dibanding layanan konvensional, terdapat pertumbuhan positif. Pada tahun 2024, indeks inklusi syariah tercatat sebesar 12,88 persen. Di tahun 2025, angka ini naik menjadi 13,41 persen, baik dalam pendekatan keberlanjutan maupun cakupan DNKI.
Peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan ini menunjukkan bahwa berbagai strategi dan program peningkatan pemahaman serta akses terhadap layanan keuangan mulai menunjukkan hasil yang positif. Kendati demikian, pemerintah bersama OJK dan pemangku kepentingan lainnya masih dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan literasi dan inklusi, terutama di segmen masyarakat dengan akses terbatas, wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), serta di sektor keuangan syariah yang masih menunjukkan kesenjangan dibanding konvensional.
Langkah ke depan mencakup upaya penguatan edukasi keuangan, inovasi layanan berbasis digital, dan kolaborasi multipihak untuk membangun ekosistem keuangan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.