SMARTPEKANBARU.COM-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan (SJK) nasional tetap terjaga hingga akhir April 2025, di tengah peningkatan ketidakpastian global yang dipicu oleh memanasnya tensi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK yang digelar 30 April 2025, disampaikan bahwa dinamika perekonomian global saat ini tengah dibayangi oleh rencana pengenaan tarif impor resiprokal oleh Pemerintah AS. Meski Presiden Donald Trump menunda pemberlakuan tarif tersebut selama 90 hari, ketegangan dengan Tiongkok tetap berlanjut dan memicu lonjakan volatilitas pasar keuangan internasional.
Ketidakpastian ini telah mendorong sejumlah lembaga global seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memotong proyeksi pertumbuhan global 2025 menjadi 2,8%, jauh di bawah rata-rata historis 3,7%, sementara WTO memperkirakan kontraksi volume perdagangan barang sebesar 0,2% year-on-year (yoy).
Tekanan Global, Respons Domestik
Di Amerika Serikat, meski pasar tenaga kerja masih solid, indikator lain seperti inflasi, kepercayaan konsumen, dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan ekonomi AS pun direvisi turun menjadi 1,4% dari proyeksi awal 2%. Pasar kini memperkirakan Federal Reserve akan mulai memangkas suku bunga acuan pada Juni 2025.
Sementara itu, Tiongkok mencatatkan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 yang cukup kuat, ditopang sektor manufaktur dan ekspor. Namun permintaan domestik masih lesu, meski ada tanda-tanda perbaikan pada inflasi inti dan penjualan ritel.
Ekonomi RI Tetap Solid di Tengah Ketidakpastian
Indonesia berhasil mempertahankan kestabilan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 tercatat sebesar 4,87%, didorong konsumsi rumah tangga. Inflasi tetap terkendali, dengan inflasi headline sebesar 1,95% yoy dan inflasi inti di angka 2,50% yoy.
Beberapa indikator domestik lain, seperti penjualan ritel, kendaraan bermotor, dan semen menunjukkan tren pemulihan meskipun masih berjalan moderat. Dari sisi eksternal, neraca perdagangan masih surplus dan kinerja emiten tahun 2024 tercatat lebih baik dibanding 2023.
Pasar Keuangan Menguat, Investor Asing Masih Cermat
Pasar saham Indonesia berhasil menguat 3,93% secara bulanan (mtd) hingga 30 April 2025, meski secara tahunan (ytd) masih terkoreksi 4,42%. Kapitalisasi pasar meningkat menjadi Rp11.705 triliun atau naik 5,20% mtd. Namun investor asing mencatat net sell sebesar Rp20,79 triliun mtd (ytd: Rp50,72 triliun).
Indeks sektoral menguat hampir di seluruh sektor, terutama sektor bahan baku dan kesehatan, sedangkan sektor teknologi justru melemah. Rata-rata nilai transaksi harian saham tercatat Rp12,47 triliun, meningkat dibanding Maret 2025.
Obligasi dan Investasi Masih Menarik
Pasar obligasi juga menunjukkan kinerja positif. Indeks ICBI naik 1,61% mtd (ytd: 3,39%) dengan yield SBN rata-rata turun 15,53 bps mtd. Investor asing mencatat net buy sebesar Rp7,79 triliun mtd di SBN, meski masih mencatat net sell di obligasi korporasi.
Nilai AUM industri pengelolaan investasi per April 2025 mencapai Rp821 triliun (naik 1,01% mtd). Nilai Aktiva Bersih reksa dana meningkat 1,66% menjadi Rp502,10 triliun, meski terjadi net redemption sebesar Rp6,24 triliun secara mtd.
Pendanaan Pasar Modal dan Inovasi SCF Tumbuh Positif
Pendanaan dari pasar modal terus tumbuh dengan nilai penawaran umum mencapai Rp56,06 triliun, termasuk Rp3,31 triliun dari enam emiten baru. Masih terdapat 85 pipeline dengan nilai indikatif Rp70,54 triliun.
Melalui Securities Crowdfunding (SCF), hingga April 2025 telah terkumpul Rp1,53 triliun dari 805 penerbit efek dan 179.363 investor, difasilitasi oleh 18 penyelenggara yang telah mendapat izin OJK.
Derivatif dan Bursa Karbon: Langkah Menuju Pasar Modern
Volume transaksi derivatif keuangan mencapai 1,13 juta lot dengan nilai akumulatif Rp1.050,58 triliun hingga 30 April 2025. Sementara Bursa Karbon mencatat volume perdagangan 1,59 juta tCO2e senilai Rp77,92 miliar.
Penegakan Hukum Terus Dilakukan
Selama April 2025, OJK menjatuhkan sanksi administratif senilai Rp2,25 miliar kepada satu emiten serta peringatan tertulis kepada empat entitas. Sejak awal tahun, total sanksi administratif yang dikenakan mencapai Rp6,8 miliar kepada lima pihak, serta pencabutan izin usaha terhadap dua perusahaan efek.
Selain itu, OJK juga mengenakan sanksi denda atas keterlambatan pelaporan sebesar Rp15,47 miliar kepada 198 pelaku jasa keuangan dan 25 peringatan tertulis atas pelanggaran administratif lainnya.