SMARTPEKANBARU.COM – Tren diet di media sosial makin marak. Mulai dari diet tanpa nasi, minum jus detoks seminggu penuh, hingga hanya makan satu kali sehari. Tak sedikit anak muda ikut mencobanya. Nmaun, amankah diet semacam ini? Dr. Nadhira Nuraini Afifa, MPH, dokter sekaligus edukator kesehatan dan gizi, mengingatkan bahwa tidak semua informasi tentang pola makan di internet itu bisa dipercaya. Menurutnya, banyak orang mencoba tampil bak pakar gizi, padahal belum tentu memiliki latar belakang keilmuan di bidang tersebut.
Sekarang kan kalau kita ngomongin masalah gizi, makanan, hampir semua orang bisa ngomong. Entah mereka expert atau enggak,” ujar dr. Nadhira saat ditemui di press conference Guardiancares, di Pondok Indah Mall, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025).
Tren bukan patokan gizi
Media sosial seperti Tiktok dan Instagram memang kerap jadi tempat anak muda mencari inspirasi-termasuk soal pola makan. Namun, menurut Nadhira, banyak konten yang justru menyesatkan karena terlalu general atau tidak cocok untuk semua orang. “Masyarakat harus lebih kritis ya. Jangan asal ikut sembarang tren cuma karena itu viral. Tapi harus re-check ke faktanya. Atau tanya ke orang yang memang expert di bidangnya,” jelasnya.
Ia menambahkan, banyak tren diet yang menurunkan berat badan secara drastis, yang malah berisiko mengganggu metabolisme, hormon, hingga kestabilan emosi seseorang. Ini bisa berbahaya, terutama bagi remaja yang masih dalam masa pertumbuhan. Lebih lanjut, Nadhira mengingatkan bahwa diet yang terlalu ketat atau ekstrem bisa membuat tubuh kekurangan zat gizi penting, seperti zat besi, protein, lemak sehat, atau vitamin. Kondisi ini tidak hanya mengganggu fungsi tubuh, tapi juga bisa menurunkan daya konsentrasi, merusak mood, bahkan memicu stres.
Kunci sehat: seimbang, bertahap, dan disesuaikan
Daripada mengikuti tren diet ekstrem, Nadhira menyarankan pendekatan pola makan yang lebih mindful dan realistis. Artinya, tetap makan makanan seimbang sesuai kebutuhan tubuh, tidak perlu terlalu keras pada diri sendiri, dan belajar memahami sinyal tubuh. “Yang penting disadari dulu. Kalau hari ini makannya jelek, ya besok diperbaiki lagi. Nanti kalau weekend mau cheat day, perbaiki lagi besoknya,” tuturnya.
Perempuan Lulusan Master of Public Health Harvard University itu juga berpendapat, bahwa edukasi gizi tidak boleh kalah cepat dengan viralnya konten-konten diet di media sosial, agar orang tidak mudah terjebak informasi yang salah.
Sumber : Kompas.com