SMARTPEKANBARU.COM- Kementerian Keuangan telah meresmikan aturan baru yang mengharuskan marketplace memungut pajak dari pedagang toko online.
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025 dan mulai berlaku sejak 14 Juli 2025.
Siapa yang Dipungut?
PMK 37/2025 menunjuk marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Blibli, Lazada, dan Bukalapak untuk memungut, menyetorkan, serta melaporkan PPh Pasal 22 dari transaksi pedagang lokal.
Merchant wajib memberikan data ke marketplace sebagai dasar pemungutan pajak.
PMK ini menyetarakan invoice sebagai dokumen resmi yang dianggap sebagai bukti pemungutan PPh.
Marketplace juga harus menyampaikan data pemungutan pajak ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Berapa Tarifnya?
Tarif PPh Pasal 22 ditetapkan 0,5 persen. Tarif ini bisa bersifat final atau tidak final, tergantung omzet pedagang dan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Berikut rinciannya:
- Omzet di bawah Rp 500 juta per tahun tidak dipungut PPh.
- Omzet Rp 500 juta sampai Rp 4,8 miliar dikenakan PPh 0,5 persen, bisa final atau tidak final tergantung ketentuan PP 55/2022.
- Omzet di atas Rp 4,8 miliar dikenakan PPh 0,5 persen dan bersifat tidak final.
- Hampir seluruh pedagang online akan dipungut PPh oleh marketplace, kecuali yang tergolong UMKM kecil.
Siapa yang Dikecualikan?
Beberapa pedagang dibebaskan dari kewajiban PPh marketplace, antara lain:
Pedagang dengan omzet di bawah Rp 500 juta yang sudah menyerahkan surat pernyataan ke marketplace.
- Jasa ekspedisi dan ojek online.
- Penjual yang punya surat keterangan bebas pajak.
- Pedagang pulsa dan kartu perdana.
- Pedagang emas perhiasan dan batangan.
- Penjual tanah atau bangunan beserta perjanjiannya.
Kapan Berlaku?
Meskipun PMK sudah berlaku, kebijakan ini belum langsung diimplementasikan. DJP masih mengkaji kesiapan sistem di masing-masing marketplace.
“Ketika mereka siap untuk implementasi ya mungkin dalam sebulan atau dua bulan baru kita tetapkan, kita tunjuk mereka sebagai pemungut PMSE ini,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, Senin (14/7/2025).
DJP masih menyusun aturan teknis berupa Keputusan Dirjen Pajak. Beleid ini akan memuat kriteria marketplace yang bisa ditunjuk sebagai pemungut pajak, termasuk batas transaksi dan jumlah pengakses.
Yoga mengatakan implementasi akan dilakukan bertahap. Platform besar akan ditunjuk lebih dulu, lalu menyusul marketplace lain.
“Ini skemanya akan sama, kita ambil dulu yang besar terutama, nanti melebar ke yang seterus-seterusnya. Dan kami akan melihat data-datanya,” ucapnya.
Semua marketplace, besar maupun kecil, tetap akan ditetapkan sebagai pemungut pajak.
Apa Dampaknya?
Kebijakan ini tidak akan berdampak besar pada penerimaan pajak tahun ini. Namun manfaatnya akan terasa dalam jangka panjang.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan tarif PPh yang hanya 0,5 persen membuat kontribusinya kecil bagi penerimaan negara.
“(Dampak ke peningkatan kepatuhan) ini dalam jangka menengah dan panjang jauh lebih sustain daripada dampak penerimaan karena kalau tarif kan relatively 0,5 persen kan kecil ya,” ujarnya.
Menurut Yon, skema baru ini lebih mengarah ke penyederhanaan sistem dan peningkatan kepatuhan. Pedagang tak perlu lagi menghitung dan menyetor pajak secara manual. Semua dipungut otomatis oleh marketplace.
Ia menilai kepatuhan rendah bukan karena enggan bayar pajak, melainkan karena kurang informasi dan terbatasnya fasilitas administrasi.
Sistem digital seperti ini diharapkan bisa memperluas basis pajak secara bertahap.
“Dampaknya tidak semata-mata langsung tahun ini akan kita rasakan,” tegas Yon.
Sumber : Kompas.com