SMARTPEKANBARU.COM- Indonesia akan menerima investasi sebesar US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.600 triliun untuk proyek hilirisasi yang akan dimulai pada November 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan, sebagian dari investasi tersebut berasal dari China dan Korea senilai sekitar US$ 8 miliar, yang difokuskan pada pengolahan nikel menjadi cell battery. Presiden Prabowo disebut mendorong agar hilirisasi berlanjut hingga tahap produksi mobil listrik.
Proyek ini bagian dari strategi pemerintah mendorong swasembada energi lewat hilirisasi dan transisi energi. Bahlil menjelaskan, hilirisasi bukan hanya soal menambah nilai ekonomi, tapi juga menjaga kedaulatan energi dan sumber daya.
Keberhasilan Indonesia membangun ekosistem baterai kendaraan listrik dengan nilai investasi mencapai US$ 20 miliar menjadi contoh.
Saat ini, Indonesia menempati posisi produsen baterai terbesar kedua di dunia setelah China.
Pemerintah juga aktif mereaktivasi sumur migas yang tidak beroperasi (idle), membangun infrastruktur gas, dan mempercepat pengembangan energi baru terbarukan serta inovasi teknologi untuk mendukung transisi energi nasional.
“Jangan lagi mengirim bahan mentah, nilai tambahnya di luar, kita cuma main ekspor material bahan baku. Kalau seperti itu apa bedanya kita dengan zaman VOC. VOC itu 390 tahun mengirim bahan baku yang membuat negara-negara lain candu terhadap sumber daya kita,” tegas Bahlil.
Menteri ESDM menegaskan Indonesia harus mampu mengolah seluruh bahan baku di dalam negeri. Mulai dari nikel hingga menjadi mobil listrik.
Presiden Prabowo Subianto meminta hilirisasi tidak berhenti di cell battery, tapi dilanjutkan sampai mobil listrik selesai.
Sumber : Kompas.com