SMARTPEKANBARU.COM-Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan terdapat empat jenis pelanggaran di sektor perberasan yang telah ditindak tegas oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyebut bahwa pelanggaran tersebut masuk dalam kategori yang menjadi fokus penindakan pemerintah.
Pertama, oplosan yang diambil dari beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Menurut dia, oplosan beras yang memenuhi ketentuan kelas mutu dengan volume yang sesuai label masih diperbolehkan.
Namun, oplosan yang diambil dari beras SPHP menjadi pelanggaran serius.
Kedua, isi tidak sesuai kemasan.
Misalnya, label kemasan bertuliskan ‘beras premium’, tetapi isinya adalah beras medium.
“Jadi beberapa praktik yang akan ditindak ke depannya, yang pertama adalah beras premium sesuai tulisan di labelnya, tetapi isinya beras medium,” ujar Arief di Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Ketiga, pencampuran yang tidak sesuai kelas mutu.
Keempat, mengurangi takaran atau berat dan dicampurkan dengan jenis beras lain yang tidak sesuai mutu. “Kalau mengurangi berat, kemudian mencampur dengan tidak sesuai mutu, apa yang dibayarkan oleh konsumen jadi tidak sesuai dengan isi yang ada di dalamnya,” paparnya.
Patut diketahui, aturan kelas mutu beras premium telah termaktub dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.
Untuk beras premium, harus memiliki kualitas antara lain butir patah maksimal 15 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, dan butir rusak, butir kapur, butir merah atau hitam maksimal 1 persen, serta beberapa indikator lainnya.
“Oleh karena itu, kita semua harus melakukan self-correction, mulai dari penggilingan padi harus melihat apakah spesifikasi dari produknya, apakah sudah sesuai dengan apa yang tertera dalam label kemasan atau belum,” beber Arief.
Dalam kemasan, lanjut Arief, ada sistem pelabelan.
Artinya, wajib ditulis di kemasan terkait isinya beras, seperti jenis beras dan persenan jika beras tersebut dicampur.
Namun, beras yang dicampur tidak sesuai dengan aturan dan peraturan pelabelan, kemudian mengurangi timbangan, tetap menjadi pelanggaran hukum.
Adapun persyaratan label diatur pada Pasal 7 dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.
Disebutkan, pencantuman label wajib dengan bahasa Indonesia dan memuat keterangan antara lain nama produk berupa klasifikasi, nama jenis, dan nama dagang; daftar bahan yang digunakan; dan berat bersih dalam satuan kilogram atau gram.
Kemudian, wajib pula memuat nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor beras; kelas mutu; tanggal dan kode produksi atau tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; asal usul beras; nomor pendaftaran bagi yang dipersyaratkan; halal bagi yang dipersyaratkan; dan HET bagi yang dipersyaratkan.
“Jadi di kemasan beras ada ketentuan PSAT (Pangan Segar Asal Tumbuhan) dan ini kewenangannya kepada seluruh dinas pangan se-Indonesia untuk sama-sama mengawasi,” katanya.
“Penting pula ada tera secara berkala terhadap timbangan beras. Ini untuk mengkalibrasi terkait keakuratannya supaya berat kemasan beras tidak ada kurangnya. Jadi ini bentuk pengawasan berkala dari pemerintah,” lanjutnya.
Sementara untuk pengawasan beras SPHP, ia katakan Perum Bulog telah memiliki petunjuk teknis (juknis) yang dapat dijadikan pedoman.
Juknis tersebut telah mengatur jenis outlet distribusi beras SPHP yang diperbolehkan dan keharusan verifikasi outlet sebelum disalurkan beras SPHP.
Pemerintah terus memastikan keakuratan penyaluran beras subsidi ini agar benar-benar dapat tersampaikan ke masyarakat yang paling membutuhkan.
Sumber : Kompas.com