SMARTPEKANBARU.COM- etua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana menilai dugaan pengoplosan beras kualitas rendah menjadi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan beras premium merugikan negara, petani, serta konsumen.
Praktik tersebut, kata dia, juga menggerus kepercayaan publik terhadap mutu beras.
“Konsumen pada dasarnya berhak menuntut ganti rugi, baik materiel maupun immateriel,” ujarnya, Minggu (27/7/2025), dikutip dari Antara.
Pihaknya menudukung pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif dari seluruh rantai pasok beras. “Melakukan penindakan tegas tanpa pandang bulu dan pemberantasan mafia beras yang merugikan negara, petani dan konsumen,” kata dia.
YLKI sebut dia juga menuntut adanya transparansi untuk masyarakat dari hasil investigasi dan penindakan tersebut.
“YLKI akan tetap mengawal kasus ini hingga tuntas. Ini suatu bentuk penipuan dan merugikan bagi negara dengan penyalahgunaan anggaran negara dengan melakukan pengoplosan (beras kualitas rendah menjadi) SPHP,” ujarnya.
Ia menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hak konsumen. “Jadi ini termasuk dalam hak fundamental konsumen untuk mendapatkan beras yang sesuai,” ujarnya.
Menurut Niti, pelaku pengoplosan bisa dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 8 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman penjara lima tahun dan denda hingga Rp 2 miliar.
YLKI juga mendorong penguatan sistem pengawasan rantai pasok beras dari hulu hingga hilir, baik pre-market melalui inspeksi administrasi dan laboratorium, maupun post-market dengan pengawasan rutin di tingkat ritel.
“Pengawasan post market ketika beras sudah masuk ritel juga harus dijaga kualitas dengan melakukan pengawasan secara berkala,” kata Niti.
Ia menambahkan, partisipasi aktif konsumen sangat penting untuk memberantas praktik pengoplosan. Konsumen diharapkan berperan sebagai pengawas sekaligus
pelapor terhadap tindakan curang.
“Dalam UU Perlindungan Konsumen lembaga konsumen juga diberikan amanat dan peran untuk melakukan pengawasan bersama dengan pemerintah dan masyarakat terhadap pelindung konsumen,” tutur Niti.
Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengatakan penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.
Ia mengatakan operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada Kamis (24/7), mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R.
Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP, dan kedua pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.
Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.
“Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi,” kata Irjen Herry.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Sumber : Kompas.com