SMARTPEKANBARU.COM – Ketua Himpunan Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia (HOGSI) Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Prof. DR. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH, menyoroti tingginya angka kelahiran prematur di Indonesia yang dipicu oleh buruknya kondisi kesehatan ibu hamil. “30 persen hampir bayi di Indonesia itu lahirnya prematur, karena ibu Indonesia itu enggak sehat. Kita sudah punya data bahwa hampir 50 persen ibu Indonesia itu kalau enggak kegendutan, kekurusan, TBC, hingga anemia,” kata Prof Dwiana, seperti ditulis Antara, Rabu (6/8/2025). Ia menjelaskan, masalah gizi dan penyakit pada ibu hamil menjadi faktor utama meningkatnya angka kelahiran prematur dan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), yang pada akhirnya berisiko memicu stunting.
Masalah gizi ibu hamil jadi pemicu prematur
Berdasarkan data yang diungkap Prof Dwiana, sekitar 17-18 persen ibu hamil di Indonesia mengalami kekurangan energi kronik atau kurus. Di sisi lain, sekitar 20 persen lainnya mengalami kegemukan atau obesitas. Kedua kondisi ini sama-sama berisiko terhadap kehamilan.
“Ibu yang kurus tidak punya cadangan energi cukup untuk menopang kehamilan. Sementara yang kegemukan berisiko mengalami preeklampsia atau tekanan darah tinggi, dan akhirnya terpaksa melahirkan lebih awal,” jelasnya. Preeklampsia, lanjut Dwiana, kerap memicu kelahiran prematur karena kondisi ibu tidak memungkinkan untuk mempertahankan kehamilan hingga cukup bulan. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu dengan kondisi kesehatan buruk juga berpotensi memiliki berat badan rendah karena kurangnya asupan nutrisi sejak dalam kandungan.
Anemia masih jadi masalah serius
Prof Dwiana juga menyoroti tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia, yang menurutnya mencapai lebih dari 30-40 persen. Anemia menyebabkan daya tahan tubuh melemah, sehingga ibu lebih rentan mengalami infeksi dan komplikasi selama kehamilan. “Kalau ibu anemia, imunitasnya lemah. Ini berdampak pada proses tumbuh kembang janin dan bisa menyebabkan bayi lahir belum cukup bulan,” ujarnya. Selain anemia, tuberkulosis (TBC) juga masih menjadi masalah yang dihadapi ibu hamil di beberapa daerah, menambah kompleksitas risiko kehamilan dan kelahiran.
Kesehatan ibu kunci pencegahan stunting
Prof Dwiana yang juga merupakan dosen di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)–RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) menegaskan bahwa kesehatan ibu selama masa kehamilan sangat menentukan kualitas kesehatan bayi, termasuk dalam upaya mencegah stunting. “Bayi yang lahir kecil karena prematur atau kurang gizi sejak dalam kandungan, itu berisiko tinggi stunting. Kalau ibunya enggak sehat, bagaimana bisa menyusui dengan optimal?” ucapnya.
Ia menambahkan, kampanye kesehatan ibu hamil harus terus diperkuat, termasuk edukasi mengenai pola makan bergizi, pemeriksaan kehamilan rutin, dan pencegahan penyakit penyerta. “Karena itulah kita berjuang supaya ibu-ibu sehat. Kita tahu bahwa air susu ibu itu yang paling baiklah untuk membuat ibu itu bisa menjaga bayinya sehat,” tutup Dwiana.
Sumber : Kompas.com