SMARTPEKANBARU.COM – Partai Nasdem menegaskan sikapnya dalam menolak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
Penolakan tersebut menjadi salah satu sikap yang diputuskan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Partai Nasdem, di Makassar, Sulawesi Selatan.
“Komitmen menjadikan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Nasdem dengan lantang menyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/2024 sebagai ultra vires atau melampaui kewenangan, karena mengubah norma konstitusi adalah domain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Dedy Ramanta dalam keterangannya, Minggu (10/8/2025).
Rakernas I, kata Dedy, merupakan forum bagi Partai Nasdem dalam menjunjung tinggi konstitusi, dorongan evaluasi sistem pemilu, dan percepatan legislasi pro-rakyat.
Karenanya, Partai Nasdem dalam keputusan Rakernas I mendesak DPR untuk melakukan dialog konstitusional dalam menanggapi putusan MK yang memisah pemilu nasional dan daerah.
“Nasdem mendesak DPR agar memprakarsai dialog konstitusional yang melibatkan MPR, Presiden, dan lembaga negara terkait, demi memastikan seluruh penyelenggaraan kehidupan nasional tunduk pada UUD 1945,” kata Dedy.
Semua Parpol Marah
Sebelumnya, mantan ketua MK, Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa semua partai politik marah kepada MK akibat putusannya.
Hal tersebut diungkapkannya saat menjadi pembicara dalam seminar yang mengangkat tema “Redesain Sistem Pemilu Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, Kamis (31/7/2025). “Saya sudah bilang waktu itu putusan ini selesai, yang terakhir ini saya udah bilang itu sembilan hakim, ‘eh hati-hati kalian, sabar-sabar yah, banyak-banyak berdoa, ini pasti abis ini partai ini bersatu ini’,” ujar Jimly saat menjadi pembicara, di Tavia Heritage Hotel, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Hal tersebut bukan tanpa alasan disampaikannya, karena ia telah bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia untuk berdiskusi.
“Kemarin saya ketemu dengan Ketua Umum Golkar, diskusi di kantornya, saya jelaskan iyakan, aaahhh ya kan KAHMI sudah tahu tuh cara bekerjanya HMI zaman dulu. Ini hanya permainan hidup, enggak usah terlalu serius kalian ini partai-partai, marah-marah semua sama MK ini gitu loh,” ungkap Jimly.
Kendati melihat semua partai politik marah kepada MK, Jimly melihat sembilan hakim konstitusi saat ini tengah bersatu.
Ia pun menyinggung nama mantan ketua MK, Anwar Usman yang merupakan salah satu hakim konstitusi saat ini.
“Nah kebetulan MK-nya juga Alhamdulillah bersatu sembilan orang, nah ini kan ada tiga partai ini, sembilan orang ini di putusan terakhir bersatu, termasuk Anwar Usman. Jadi mereka tidak ada dissenting opinion,” sambungnya.
Di samping itu, Jimly mengimbau semua partai politik untuk menerima apapun putusan MK. Pasalnya, putusan yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut bersifat final dan mengikat.
“Jadi saya bilang sama temen-temen partai itu ‘udahlah terima aja, ini permainan hidup’ belum tentu 100 persen bener juga MK itu ya kan,” ujar mantan anggota DPD itu.
Sebagai informasi, MK memutuskan memisah antara pemilu nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
Dalam pertimbangan hukum, MK mengusulkan agar pemilihan legislatif (Pileg) DPRD yang bersamaan dengan pilkada digelar paling cepat dua tahun setelah pelantikan presiden/wakil presiden. Atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden/wakil presiden.
Sumber : Kompas.com