SMARTPEKANBARU.COM – Terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP, Setya Novanto resmi bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (16/8/2025).
Setya Novanto bebas usai mendapatkan program Pembebasan Bersyarat (PB) dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imigrasi).
Berdasarkan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Setya Novanto telah memenuhi ketentuan telah menjalani 2/3 masa pidana.
Selain itu, Setya Novanto telah membayar denda sebesar Rp 500.000.000 uang pengganti, dibuktikan dengan surat keterangan LUNAS dari KPK No.B/5238/Eks.01.08/26/08 2025 tanggal 14 Agustus 2025, juga sudah membayar Rp 43.738.291.585 pidana uang pengganti, sisa Rp 5.313.998.118 (subsider 2 bulan 15 hari).
Berdasarkan hal tersebut, pada 16 Agustus 2025, Setya Novanto dikeluarkan dari Lapas Sukamiskin dengan Program Bersyarat, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 15 Agustus 2025 Nomor PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025.
Lantas, bagaimana perjalanan politik Setya Novanto yang merupakan politikus Partai Golkar hingga kini mendapatkan program bebas bersyarat? Berikut kilas baliknya:
Ketum Golkar
Setya Novanto sebelum terseret kasus korupsi e-KTP merupakan sosok yang sudah malang-melintang di kancah perpolitikan Indonesia.
Karier politiknya dimulai sebagai kader Kosgoro pada 1974 dan menjadi anggota DPR Fraksi Partai Golkar untuk pertama kalinya pada 1998.
Sejak saat itu, ia enam periode berturut-turut selalu mengamankan kursi di parlemen hingga 16 Desember 2015.
Setya Novanto juga merupakan sosok yang pernah menduduki kursi Ketua Umum Partai Golkar (17 Mei 2016-13 Desember 2017).
Ia berhasil meraih suara terbanyak pada voting tertutup yang digelar dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar pada Selasa (17/5/2016).
Proses pemilihan berlangsung cukup alot antara Setya Novanto dan Ade Komarudin. Pada putaran pertama, Setya Novanto meraih 277 suara dan Ade Komarudin meraih 173 suara. Pemilihan seharusnya masuk ke tahap kedua dengan memilih Setya Novanto atau Ade. Namun, pemilihan tahap kedua ini tidak berlanjut setelah Ade menyatakan mundur dari pemilihan dan mengalihkan dukungannya untuk Novanto.
Dengan keputusan itu, Setya Novanto pun terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar hingga periode 2019.
Rugikan Negara Rp 2,3 Triliun
Singkat cerita, nama Setya Novanto ditetapkan menjadi tersangka kasus mega proyek e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017.
Kasus korupsi e-KTP sendiri bermula saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2009 merencanakan pengajuan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP).
Salah satu komponen program penyelesaian SIAP tersebut adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP dapat selesai pada 2013.
Proyek e-KTP merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (4/2/2022), lelang e-KTP dimulai sejak 2011, tetapi banyak bermasalah karena terindikasi banyak penggelembungan dana. Kasus korupsi e-KTP pun terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
KPK kemudian mengungkap adanya kongkalikong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP sepanjang 2011-2012.
Akibat korupsi mega proyek secara berjemaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Keterlibatan Setya Novanto semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan dua mantan pejabat Kemendagri, yakni Sugiharto dan Irman sebagai terdakwa. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Setelah melalui serangkaian proses hukum, majelis hakim memberikan vonis kepada para pelaku atas keterlibatan dalam tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Delapan pelaku telah divonis bersalah oleh pengadilan dan mendapat hukuman berbeda tergantung sejauh mana keterlibatan mereka. Adapun Setya Novanto divonis 15 tahun penjara pada 24 April 2018.
Masih Kader Golkar
Setelah mendapatkan program bebas bersyarat, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengungkapkan bahwa Setya Novanto masih berstatus sebagai kader partai berlambang pohon beringin itu.
Doli mengatakan, Partai Golkar belum pernah menerbitkan surat pemecatan terhadap Setnov dan Setnov juga tidak pernah menarik diri dari partai beringin tersebut.
“Jadi, per hari ini Setya Novanto itu adalah masih kader Partai Golkar, jadi menjadi bagian dari keluarga besar Partai Golkar,” ujar Doli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Doli mengatakan, Partai Golkar bersyukur karena Setya Novanto sudah menjalani proses hukumannya.
Oleh karena itu, Doli menghormati keputusan pemerintah memberikan program pembebasan bersyarat kepada Setya Novanto.
Mengenai apakah Setnov akan kembali aktif di Partai Golkar? Hal itu bergantung pada keputusan politikus senior tersebut.
“Kalau mau aktif di Golkar, ya kami kan enggak pernah menolak siapa-siapa untuk bisa aktif, apalagi kader,” ujar Doli.
Sumber : Kompas.com