SMARTPEKANBARU.COM- Langit Pekanbaru menangis pelan, lalu deras. Tapi tak satu tetes pun sanggup memadamkan semangat malam itu. Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid, melangkah menuju panggung pemilihan Bujang dan Dara Riau 2025 di jalan Sultan Syarif Qasim, Pekanbaru, (7/8/2025). Ia tanpa payung, tanpa pelindung, hanya dengan langkah mantap dan senyum yang tetap hangat di wajah.
Saat sebagian besar yang hadir berlindung, Gubernur Wahid memilih menyatu bersama hujan dan masyarakat. Ia berjalan di tengah guyuran, membasahi setelan resmi yang dikenakannya, namun tak sedikit pun menggoyahkan niat untuk menyapa dan berbicara di hadapan ratusan pasang mata yang telah menunggunya.
“Anak anak Riau yang saya banggakan. Malam ini, dengan hujan yang turun, kita tidak akan gentar. Karena nilai-nilai Melayu masih hidup bukan dalam lembar sejarah, tapi dalam senyum dan langkah anak-anak muda yang berdiri di sini,” ucapnya dari atas panggung yang juga basah. Suasana pun berubah. Hujan tak lagi terasa dingin, melainkan menjadi bagian dari momen. Gubernur Wahid berbicara tanpa tergesa, membiarkan setiap kalimatnya meresap tentang budaya, tentang marwah, tentang anak muda yang menjadi harapan.
Sambutan itu diakhiri bukan oleh kata-kata, tetapi oleh sorakan dan tepuk tangan dari masyarakat yang terpukau. Suara sorai membahana, tak peduli pakaian mereka basah kuyup. Mereka tahu, malam itu bukan sekadar malam pemilihan bujang dan dara, namun adalah malam ketika seorang pemimpin hadir sepenuhnya, tanpa jarak, tanpa perlindungan.
“Budaya tak akan bertahan karena dipajang di museum. Ia bertahan karena dijaga oleh kalian — anak muda yang berani menjadi Melayu tanpa ragu,” kata Wahid, basah oleh hujan, dan oleh tepuk tangan.
Kehadiran penuh Gubernur hingga akhir acara tidak beranjak meski langit tak bersahabat. Acara malam itu pun resmi dibuka sebagai bagian dari rangkaian Pekan Budaya Melayu Serumpun dan peringatan HUT ke-68 Provinsi Riau.
Sumber: Mediacenter.riau.go.id