SMARTPEKANBARU.COM – adan Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, mengungkap pola-pola yang kerap digunakan calo dalam penempatan ilegal Pekerja Migran Indonesia (PMI).
BP3MI merupakan unit pelaksana teknis dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) yang berperan penting dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) di daerah.
BP3MI hadir di berbagai provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk memastikan proses migrasi tenaga kerja berlangsung secara aman, legal, dan profesional.
Sedangkan PMI adalah warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu, baik di sektor formal maupun informal.
Mereka berperan penting sebagai penyumbang devisa negara melalui remitansi (pengiriman uang ke tanah air) dan menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
Istilah “PMI” menggantikan sebutan lama “TKI/TKW” untuk menghapus stigma negatif dan menegaskan hak-hak pekerja yang setara
Kepala BP3MI Riau, Fanny Wahyu Kurniawan mengatakan, calo biasanya melakukan perekrutan dengan mendatangi desa-desa dan menawarkan iming-iming bekerja ke luar negeri.
Mereka kerap menjanjikan gaji tinggi, pekerjaan mudah, keberangkatan cepat, bahkan memberikan pinjaman uang.
Kisah sukses PMI sebelumnya sering dijadikan alat untuk meyakinkan calon korban.
Dalam prosesnya, dokumen yang digunakan sering kali dimanipulasi, mulai dari KTP, akta, surat nikah, ijazah hingga surat kesehatan.
Dokumen tersebut tidak dilengkapi dengan perjanjian kerja resmi, sehingga membuat calon PMI rentan tersangkut masalah hukum di kemudian hari.
Tahapan berikutnya adalah pelatihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kerja.
Calon PMI berangkat tanpa keterampilan memadai karena tidak dibekali pelatihan resmi.
Mereka kemudian ditampung dalam waktu lama tanpa kepastian.
Akses komunikasi dibatasi dan kondisi penampungan sering kali tidak layak, bahkan menyerupai penyekapan.
Kemudian, saat pemberangkatan, jalur tikus menjadi akses utama.
Baik melalui darat maupun laut, perjalanan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Rute dan jadwal keberangkatan tidak diinformasikan dengan jelas, sehingga korban tidak mengetahui negara tujuan maupun kepastian waktu keberangkatan.
Setibanya di negara tujuan, PMI ditempatkan secara ilegal.
Mereka tidak memiliki perlindungan hukum, rawan dieksploitasi, gaji tidak dibayar, hingga berpotensi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Ketika pulang ke Indonesia, PMI ilegal tidak terdata secara resmi, sulit mengakses perlindungan negara, kerap membawa beban hutang, dan kembali dalam kondisi rentan.
BP3MI mengidentifikasi ada tiga aktor utama dalam jaringan ini, yaitu calo lokal yang melakukan perekrutan, makelar kerja yang menjadi penghubung, serta perusahaan tidak resmi yang memfasilitasi keberangkatan dan penempatan tanpa izin sah.
Akibat praktik ini, PMI ilegal kehilangan hak atas pekerjaan yang layak, rentan menghadapi masalah hukum, serta mengalami kerugian finansial yang besar.
Fanny mengingatkan, agar masyarakat tidak mudah tergiur bujuk rayu calo.
“Kami mengingatkan seluruh masyarakat Riau untuk tidak tergoda janji manis yang ditawarkan calo. Jangan mudah percaya dengan iming-iming gaji besar dan keberangkatan cepat. Pastikan setiap proses penempatan PMI dilakukan melalui prosedur resmi agar terlindungi secara hukum dan terhindar dari bahaya perdagangan orang,” kata Fanny, Jumat (26/9/2025).
Ia mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap bujuk rayu oknum yang menjanjikan pekerjaan di luar negeri tanpa prosedur resmi.
Fanny menambahkan, BP3MI Riau juga berkomitmen untuk terus melakukan edukasi, pengawasan, dan penindakan bersama aparat terkait guna memutus mata rantai penempatan ilegal PMI.
SUMBER ; Tribunpekanbaru.com