SMARTPEKANBARU.COM – Sejumlah mahasiswa bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) dan sejumlah menteri di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (4/9/2025) malam.
Pertemuan pada Kamis malam tersebut dihadiri lebih dari 30 perwakilan organisasi kemahasiswaan dari berbagai perguruan tinggi dan organisasi ekstra.
Beberapa yang hadir di antaranya Himapolindo, BEM SI Kerakyatan, Fornasossmass, PB HMI, GMNI, GMKI, PMII, SEMMI, KAMMI, hingga Generasi Muda FKPPI.
Prasetyo pun turut didampingi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto serta Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro saat menerima sejumlah perwakilan mahasiswa.
Pertemuan ini terlaksana sehari setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI juga menemui para mahasiswa, termasuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) Kerakyatan, di Kompleks Parlemen pada Rabu.
Pada momen itu, Wakil Ketua DPR RI Suami Dasco Ahmad menyebut, pihak pemerintah melalui Istana Kepresidenan bakal menemui mahasiswa untuk menyerap aspirasi 17+8 Tuntutan Rakyat.
Menurut para mahasiswa, 17+8 harus diakomodasi pemerintah.
“Bahwasannya 17+8 harus bisa diakomodir dan Pak Mendikti serta Pak Mensesneg pun mengiyakan untuk bisa mengakomodir setiap aspirasi yang sedang trending per hari ini, 17+8, seperti itu,” kata Ketua BEM UPN Veteran Jakarta, Kaleb Otniel Aritonang, usai pertemuan tersebut.
Tolak militerisme
Di momen yang sama, BEM SI Kerakyatan menekankan agar jajaran eksekutif, yudikatif, dan legislatif menegakkan supremasi sipil dan menolak militerisme.
Adapun tuntutan dan penolakan ini terjadi usai demo yang berlangsung berhari-hari sejak Senin (25/8/2025).
Demo pada awalnya menuntut untuk menghapus tunjangan irasional wakil rakyat, termasuk tunjangan perumahan Rp 50 juta.
“Tolak militerisme sebab seharusnya militer menjadi alat negara dan harus balik ke barak, seperti itu,” tegas Kaleb.
Bentuk tim investigasi makar
Bukan hanya militerisme, mahasiswa mendesak Presiden Prabowo Subianto membentuk tim investigasi makar.
Permintaan ini bermula dari pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (31/8/2025) usai mengumpulkan para ketua umum (ketum) partai politik (parpol) dan menteri di Istana.
Pertemuan ini merespons demo yang berlangsung ricuh hingga terjadi pembakaran fasilitas umum (fasum), meliputi halte TransJakarta, stasiun MRT, hingga gerbang tol.
Begitu pula penjarahan terhadap rumah Anggota DPR seperti Ahmad Sahroni, Uya Kuya, dan Eko Patrio;
serta rumah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
Dalam konferensi pers tersebut, Prabowo menduga ada tindakan makar yang menunggangi demo.
“Kami segera secara lantang juga atas nama BEM SI Kerakyatan menyampaikan bahwa kami dengan tegas menuntut dan menekan Bapak Presiden Republik Indonesia untuk segera membentuk tim investigasi terkait dugaan makar,” ujar Koordinator Media BEM SI Kerakyatan Pasha Fazillah Afap di kesempatan yang sama.
Percepat RUU Perampasan Aset
Para mahasiswa juga mendesak pemerintah untuk mempercepat dan mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
RUU ini diketahui menjadi usul inisiatif pemerintah yang bakal dibahas bersama dengan DPR RI.
Begitu pun meminta agar 17+8 Tuntutan Rakyat diakomodasi pemerintah.
Menurutnya, aspirasi yang disampaikan BEM SI Kerakyatan juga sudah disampaikan kepada DPR RI pada Rabu (4/9/2025).
“Artinya memang kemarin Pak Sufmi Dasco (Wakil Ketua DPR) menegaskan dan memberikan informasi bahwa kemarin di legislatif, dan kami hari ini diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi kami di lembaga eksekutif seperti itu,” ujarnya.
Meminta aktivis dibebaskan
Poin selanjutnya, mahasiswa meminta para aktivis yang dijemput paksa dan ditangkap kepolisian atas dugaan penghasutan, dibebaskan.
Dua di antaranya adalah Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dan Admin #GejayanMemanggil, Syahdan.
Diketahui, penangkapan ini menuai kritik.
Polri diminta untuk fokus terhadap pelaku penjarahan, alih-alih menangkap para aktivis.
Anggota DPR Benny K. Harman salah satunya, menyatakan bahwa ajakan untuk berdemo tidak salah.
Yang salah justru ketika seseorang mengajak membuat kericuhan dan melakukan provokasi saat demo, seperti membawa pentungan hingga bom molotov.
Oleh karenanya, ia menilai Polri salah mengambil langkah dengan menangkap Delpedro hingga dijadikan tersangka.
“Yang salah, kalau kamu mengajak bahwa, ‘eh bawa pentungan semua, bawa molotov ya’, nah kamu salah itu,” jelas Benny.
Karena alasan itu pula, para mahasiswa meminta aktivis segera dibebaskan, meski sudah ada yang ditetapkan menjadi tersangka.
“Beberapa yang menjadi titik fokus kami adalah bagaimana kawan-kawan aktivis di seluruh daerah dan seluruh kabupaten/kota bisa tidak ada yang dilakukan kriminalisasi. Pembebasan aktivis ini tentu menjadi tujuan pokok kami,” jelas Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Muhammad Risyad Fahlevi yang tergabung dalam mahasiswa Cipayung Plus.
Bagaimana respons pemerintah?
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi berjanji akan mempelajari semua aspirasi yang disampaikan perwakilan mahasiswa.
Prasetyo menegaskan hal ini dalam sambutannya saat menerima sejumlah perwakilan organisasi mahasiswa di Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (4/5/2025) malam.
“Saya dan kami terus mempelajari apa yang menjadi aspirasi dari seluruh pihak, apalagi dari adik-adik mahasiswa,” jelas Prasetyo, lewat keterangan tertulis Sekretariat Presiden.
Prasetyo turut menyampaikan apresiasi kepada para mahasiswa yang berkenan hadir di Istana Negara untuk berdialog bersama pemerintah.
Ia mengungkapkan bahwa telah meminta izin kepada Presiden RI untuk menggunakan Istana Negara dalam pertemuan semalam.
“Saya tadi minta izin Bapak Presiden, meskipun bukan Bapak Presiden, bolehkah kami pinjam? ‘Silahkan, Istana itu bukan punya Presiden, itu adalah punya kita bersama-sama karena saya mau bertemu dengan adik-adik’,” ucap dia.
Kepala Negara bahkan menyampaikan salam untuk para mahasiswa yang hadir lewat Prasetyo.
Sebab, Prabowo berhalangan hadir karena ada kegiatan peringatan Maulid Nabi di Masjid Istiqlal, Jakarta.
“Sampaikan salam hormat saya dan silakan sampaikan apa yang menjadi kehendak adik-adik,” ujar Prasetyo mengutip perkataan Prabowo kepadanya.
Terkait kematian driver ojek online yang dilindas rantis Brimob saat demo ricuh, Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Yusril Ihza Mahendra menilai peluang pidana terbuka bagi para anggota Brimob yang terlibat.
Yusril menerangkan, proses pidana dapat dilakukan jika ditemukan aspek pidana setelah para polisi itu menjalani sidang etik.
“Kalau misalnya sidang etik itu sudah mengambil satu keputusan, dan masih terdapat aspek-aspek pidana, tidak tertutup kemungkinan juga akan dilakukan langkah pidana terhadap kesalahan yang dilakukan,” kata Yusril, di Istana, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Menurut Yusril, langkah hukum terhadap pelaku pelindas Affan sudah diproses oleh Kepolisian.
“Prosedur dalam Kepolisian memang seperti itu, bahwa kalau terjadi pelanggaran di lapangan, melaksanakan tugas harus disidangkan etiknya lebih dulu,” ujar Yusril.
Sumber : Kompas.com