SMARTPEKANBARU.COM – Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen pada 2029. Untuk mewujudkan ambisi itu, pemerintah membutuhkan investasi jumbo Rp 13.032 triliun atau sekitar 814 miliar dollar AS dalam lima tahun ke depan. Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, mengatakan pemerintah perlu mengupayakan peningkatan investasi secara signifikan. Total investasi diperkirakan mencapai Rp 13.032 triliun, artinya laju pertumbuhan investasi harus dijaga di kisaran 15,7 persen per tahun agar target tersebut dapat tercapai.
Investasi dalam skala besar ini menjadi kunci utama untuk mempercepat hilirisasi industri, memperkuat sektor energi, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
“Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada tahun 2029 sebagaimana dicanangkan Presiden Prabowo, Indonesia harus menarik investasi senilai Rp 13.032 triliun atau sekitar 814 miliar dollar AS dalam lima tahun ke depan, dengan pertumbuhan investasi sekitar 15,7 persen per tahun,” ujar Nurul saat gelaran CCS Forum 2025 di Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025). Indonesia sendiri menjadi salah satu produsen utama berbagai sumber daya alam (SDA) strategis dunia.
Negara kepulauan ini menempati peringkat pertama untuk nikel, minyak sawit, karet, dan ikan. Lalu peringkat kedua untuk timah dan rumput laut, serta peringkat keenam untuk bauksit. Dengan kekayaan sumber daya, pemerintah tengah mendorong langkah berani menuju ekonomi hijau.
Nurul mencatat Indonesia memiliki potensi energi terbarukan mencapai 3.700 gigawatt, terdiri atas tenaga surya, angin, air, pasang surut, bioenergi, dan panas bumi. Namun, kapasitas terpasang saat ini baru 15,2 gigawatt, atau kurang dari 1 persen dari total potensi tersebut.
Untuk mempercepat transisi energi dan menjaga daya saing industri, pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur Carbon Capture and Storage (CCS).
Teknologi ini dinilai bukan hanya pilihan ramah lingkungan, tetapi juga keharusan ekonomi. “Untuk mewujudkannya, kita harus membangun infrastruktur CCS. Ini bukan semata pilihan lingkungan, tetapi keharusan ekonomi,” paparnya.
Menurut analisis Rystad Energy, lanjut dia, kapasitas penangkapan karbon global harus meningkat 33 kali lipat dari tingkat saat ini pada 2035 agar sejalan dengan target iklim dunia. Indonesia memiliki potensi penyimpanan CO2 sebesar 577 gigaton, terbesar keempat di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan Rusia. Artinya, Indonesia memegang peranan krusial dalam solusi global dengan potensi penyimpanan karbon hingga 200 tahun, cukup untuk menampung emisi dalam negeri maupun negara tetangga, menjadikan Indonesia pusat CCS Asia.
sumber ; kompas.com