SMARTPEKANBARU.COM – PUBLIK Riau kembali diguncang isu besar seputar pengelolaan anggaran. Kali ini sorotan tajam diarahkan kepada gaji dan tunjangan anggota DPRD Riau yang nilainya mencapai Rp58,5 miliar per tahun, dengan setiap anggota dewan rata-rata menerima Rp70 juta per bulan.
Angka ini memantik kritik keras, terutama ketika kondisi keuangan daerah sedang mengalami defisit anggaran.
Di tengah situasi fiskal yang ketat, publik mempertanyakan relevansi pemberian tunjangan rumah hingga Rp23 juta per bulan dan tunjangan transportasi Rp20 juta per bulan bagi anggota dewan.
Apalagi jika dibandingkan dengan realitas di lapangan, harga sewa rumah standar di Pekanbaru berada di kisaran Rp25 juta–Rp40 juta per tahun. Kontras ini menimbulkan persepsi ketidakadilan yang sulit diabaikan.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menegaskan bahwa belanja dewan tersebut tidak sejalan dengan kebutuhan mendesak masyarakat. Pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan infrastruktur dasar masih membutuhkan perhatian serius. Namun alokasi dana yang besar justru diarahkan pada fasilitas wakil rakyat yang seharusnya menjadi teladan efisiensi.
Suara publik pun semakin keras terdengar. Warga menilai jumlah tunjangan itu berlebihan. Warga minta anggaran sebesar itu seharusnya dikurangi, mengingat masih banyak masyarakat yang berjuang memenuhi kebutuhan pokok. Kritik ini mencerminkan jurang yang semakin lebar antara kesejahteraan pejabat dan realitas hidup warga.
Ketika publik menyoroti masalah ini, sayangnya dewan enggan menjelaskan secara rinci nilai tunjangan yang diterima anggota dewan. Sikap tertutup ini justru menambah keraguan masyarakat terhadap transparansi pengelolaan anggaran.
Jika DPRD ingin mengembalikan kepercayaan publik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuka secara rinci laporan penggunaan tunjangan tersebut.
Apakah benar sesuai peruntukan, dan bagaimana dampaknya terhadap kinerja dewan?
Publik berhak tahu karena semua itu bersumber dari uang rakyat.
Solusi lain yang mendesak adalah melakukan reformasi sistem tunjangan berbasis kinerja. Tunjangan besar seharusnya diikuti capaian kerja yang terukur, bukan sekadar hak yang diterima rutin setiap bulan. DPRD harus berani mengaitkan fasilitas yang mereka terima dengan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah.
Selain itu, sudah saatnya pemerintah daerah bersama DPRD merumuskan kebijakan penghematan anggaran. Dengan defisit yang terus menghantui, setiap rupiah APBD harus diarahkan untuk kepentingan yang lebih mendesak dan menyentuh langsung kehidupan rakyat. Sikap hidup sederhana dari para wakil rakyat akan menjadi contoh nyata bagi masyarakat.
Politik bukanlah jalan untuk memperkaya diri, melainkan amanah untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. DPRD Riau harus membuktikan diri sebagai lembaga yang mampu menyeimbangkan hak dan tanggung jawabnya, bukan hanya menikmati fasilitas di tengah penderitaan publik.
Rakyat menunggu bukti, bukan sekadar janji. Efisiensi anggaran, transparansi, dan keberpihakan pada kepentingan masyarakat harus menjadi roh setiap kebijakan.
Jika DPRD Riau mampu menunjukkan langkah konkret, maka kepercayaan publik bisa kembali tumbuh. Namun jika sebaliknya, sorotan ini akan terus menjadi beban citra yang sulit dihapus.
Sumber : TribunPekanbaru.com