SMARTPEKANBARU.COM – Hasan (47) nelayan asal Kampung Teluk Batil, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menuturkan kisahnya selama menggeluti pekerjaannya di laut.
Dalam membaca prakiraan cuaca, Hasan mengandalkan intuisinya dalam melihat matahari dan awan.
“Saya cuma lihat awan. Kalau gelap, ya pulang. Kalau terang, lanjut. Tapi kadang salah, angin bisa datang tiba-tiba,” tutur Hasan (47), Rabu (15/10/2025) sore.
Bagi Hasan, melihat cuaca dengan cara pandang tradisional yang diwariskan secara turun menurun bukanlah tebakan yang 100 persen betul.
Arah angin di tengah laut berubah cepat, kadang tidak sesuai pembacaan. Sementara kapal sudah terlanjur jauh ke tengah.
“Pasti sering menghadapi badai, tapi gimana lagi, itulah risiko pekerjaan kami sebagai nelayan,” ujarnya.
Sejak mengikuti sesi pembelajaran dalam kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang digelar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di kampungnya, Teluk Batil, cara membaca cuaca mulai berbeda.
Pelatihan memang hanya diikuti seharian penuh di Rabu ini, tetapi memberikan pengetahuan yang perlu baginya.
Pelatihan ini membuka cara baru memahami laut dari yang selama ini mengandalkan naluri, beralih lewat data dan ilmu.
“Sekarang saya tahu kapan harus berhenti melaut. Ada aplikasi, ada petanya. Bisa lihat arah angin dan gelombang. Jadi kalau cuaca buruk, kami bisa siap-siap,” ujarnya sambil menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan prakiraan cuaca maritim dari BMKG.
Hasan bukan satu-satunya yang antusias. Sebanyak 70 nelayan kampung itu mengikuti kegiatan SLCN ini.
Sebagian besar memang nelayan yang sehari-hari menggantungkan hidup di perairan pesisir Sungai Apit. Mereka belajar tentang tanda-tanda cuaca ekstrem, pola angin, hingga cara menentukan lokasi potensial ikan.
“Kami ini orang laut, tapi kadang kalah sama cuaca. Sekarang, setidaknya kami punya bekal untuk membaca tandanya,” katanya sambil tersenyum.
Bagi mereka, pelatihan ini sangat bermanfaat. Selain mendapatkan pengetahuan yang modern, juga menurunkan tingkat kewaspadaan untuk pulang dengan selamat dan membawa hasil lebih banyak.
“Kami sering dengar berita kapal nelayan terbalik karena badai. Kalau bisa dicegah dari tahu cuaca, tentu kami mau belajar,” kata Syaiful, nelayan muda yang juga menjadi peserta dalam pelatihan ini.
Menurut Direktur Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo, program SLCN dirancang untuk meningkatkan keselamatan, kesejahteraan, dan produktivitas nelayan. Tentunya melalui pemanfaatan informasi cuaca dan iklim maritim.
“Melalui SLCN, kami ingin nelayan bisa mengambil keputusan yang tepat, tahu kapan waktu aman untuk melaut dan kapan sebaiknya menunda. Dengan begitu, risiko kecelakaan bisa berkurang dan hasil tangkapan lebih optimal,” jelas Eko.
Ia menambahkan, peserta SLCN akan menjadi alumni cuaca yang diharapkan mampu membagikan pengetahuan kepada sesama nelayan di kampung masing-masing.
“Kami ingin mereka jadi duta keselamatan laut,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Siak, Syamsurizal, yang hadir membuka kegiatan, menyampaikan apresiasinya kepada BMKG. Sebab BMKG memilih Kabupaten Siak sebagai lokasi pelaksanaan SLCN tahun 2025 di Provinsi Riau.
“Ini pertama kalinya SLCN diadakan di Siak, dan manfaatnya sangat besar bagi masyarakat pesisir kita. Nelayan harus bisa membaca cuaca agar selamat dan hasil tangkapannya meningkat,” kata Syamsurizal.
Sumber : Tribunpekanbaru.com