SMARTPEKANBARU.COM – Pemerintah berencana membebaskan masyarakat dari beban tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang selama ini membuat banyak peserta kehilangan hak akses terhadap layanan kesehatan. Namun, di saat bersamaan, pemerintah juga menyiapkan kebijakan penyesuaian atau kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan berlaku mulai 2026. Dua kebijakan tersebut sama-sama diklaim pemerintah sebagai upaya menjamin keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Wacana hapus tunggakan
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjelaskan, rencana penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam menjamin akses layanan kesehatan bagi seluruh rakyat.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjelaskan, rencana penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam menjamin akses layanan kesehatan bagi seluruh rakyat.
“Saya sedang terus berusaha agar tunggakan utang seluruh peserta BPJS ini segera dibebaskan,” kata Cak Imin dalam keterangan pers, Kamis (2/10/2025).
“Jadi, tidak dianggap utang lagi. Semoga sukses bulan depan ini (November 2025). Setelah tunggakan dilunasi oleh pemerintah, maka semua peserta bisa memulai iuran baru,” lanjutnya. Menurut Cak Imin, kebijakan ini menjadi bagian dari agenda besar pemerintah untuk memperkuat jaring pengaman sosial, terutama bagi masyarakat rentan yang kesulitan membayar iuran. “Ini bentuk kehadiran negara. Jangan sampai rakyat kecil tidak bisa mengakses layanan kesehatan hanya karena ada tunggakan lama,” ujar Ketua Umum PKB itu.
Cak Imin menegaskan, pembebasan tunggakan bukan berarti masyarakat bebas dari kewajiban membayar iuran ke depan. Sebaliknya, kebijakan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan baru agar peserta bisa kembali aktif berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan sistem BPJS Kesehatan. “Rencana kebijakan ini diharapkan memberi harapan baru bagi jutaan peserta BPJS yang selama ini terkendala akses layanan kesehatan akibat status kepesertaannya nonaktif,” tegasnya.
Cak Imin menyebutkan, langkah ini adalah momentum untuk “memulai ulang” partisipasi masyarakat dalam sistem jaminan kesehatan nasional. “Setelah masalah tunggakan selesai, kita dorong kesadaran iuran yang baru agar sistem ini bisa berkelanjutan,” kata dia. Namun, seperti diingatkan para legislator, keberhasilan kebijakan ini akan bergantung pada ketepatan sasaran, transparansi, dan edukasi publik agar masyarakat tidak hanya bebas dari beban masa lalu, tetapi juga siap membangun sistem kesehatan yang lebih kuat dan berkeadilan.
DPR RI dukung, tapi ingatkan risikonya
Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina menyambut baik inisiatif pemerintah untuk menghapus tunggakan peserta BPJS Kesehatan dan berharap bisa segera direalisasikan.
Politikus PKB itu menilai langkah ini penting untuk mengembalikan hak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. “Pembebasan tunggakan ini penting, tetapi jangan sampai membuat masyarakat lalai terhadap kewajibannya,” kata Arzeti dalam keterangannya, Kamis (9/10/2025).
Menurut dia, kebijakan ini harus dijalankan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada keberlanjutan sistem JKN. “Kami melihat inisiatif ini sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya dari risiko kesehatan dan beban finansial yang menumpuk,” ujarnya.
Arzeti menuturkan, banyak masyarakat terpaksa menunda berobat karena kartu BPJS Kesehatannya diblokir akibat menunggak.
“Kita sering temukan, banyak masyarakat menahan berobat karena BPJS Kesehatan-nya dibekukan karena belum bayar atau menunggak, khususnya masyarakat dari kelompok rentan. Ini kan miris sekali,” kata Arzeti. Meski mendukung, Arzeti mengingatkan agar program ini dijalankan dengan mekanisme yang terukur dan disertai edukasi berkelanjutan. “Edukasi dan pendampingan tetap harus dijalankan agar peserta JKN tetap aktif membayar iuran secara rutin ke depannya,” ujar dia. Komisi IX DPR RI, lanjut Arzeti, akan mengawal pelaksanaan kebijakan tersebut agar berjalan transparan dan tepat sasaran.
“Kami akan pastikan pelaksanaan kebijakan ini berjalan transparan, dengan basis data yang akurat dan evaluasi yang konsisten,” pungkasnya.
Wacana iuran naik bertahap
Di sisi lain, pemerintah telah menetapkan rencana penyesuaian iuran BPJS Kesehatan mulai tahun 2026. Mengutip Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah menilai kenaikan iuran diperlukan untuk menjaga keseimbangan pembiayaan antara peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
“Untuk itu, penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” demikian tertulis dalam Bab 6 Risiko Fiskal Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026. Penyesuaian tersebut, menurut pemerintah, juga bertujuan meminimalkan gejolak sekaligus memastikan keberlanjutan program JKN dalam jangka panjang.
Menteri Keuangan saat itu, yakni Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan untuk membebani masyarakat, tetapi memastikan program JKN tetap berjalan dan manfaatnya terus meningkat.
“Keberlanjutan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Kamis (21/8/2025).
Menurut dia, dengan manfaat BPJS yang semakin luas, kebutuhan pendanaan otomatis bertambah. “Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar,” ucapnya. Sri Mulyani memastikan, pemerintah tetap akan memberikan subsidi sebagian bagi peserta mandiri agar penyesuaian iuran tidak terlalu membebani. “Makanya kami memberikan subsidi sebagian dari yang mandiri. Mandiri itu masih Rp 35.000 kalau tidak salah, harusnya Rp 43.000. Jadi Rp 7.000-nya itu dibayar oleh pemerintah, terutama untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU),” jelasnya.
DPR ingatkan kenaikan iuran jangan bebani masyarakat
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah berhati-hati dalam menerapkan kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Penyesuaian iuran memang penting untuk menjaga keberlanjutan JKN, tapi jangan sampai menjadi beban tambahan bagi masyarakat sehingga justru membuat kepesertaan aktif menurun,” ujar Kurniasih, Rabu (20/8/2025).
Dia menilai waktu dan besaran kenaikan harus diperhitungkan dengan cermat agar tidak menekan daya beli rumah tangga. “Perlu diperhatikan dengan cermat waktu dan besaran kenaikannya. Jangan sampai masyarakat justru menunggak iuran dan konsumsi rumah tangga ikut tertekan, yang akhirnya berdampak pada perekonomian nasional,” kata Kurniasih.
SUMBER ; kompas.com