SMARTPEKANBARU.COM – Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh (KSP-PB) mengusulkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8,5 persen hingga 10 persen. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, usulan kenaikan UMP sebesar 8,5 persen hingga 10 persen berlandaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2024. Putusan MK tersebut menegaskan penentuan UMP harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak. “Kami mendasarkan pada keputusan MK yang menyatakan bahwa kenaikan upah minimum harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dengan formula yang melihat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu,” ujar Said dalam konferensi pers daring, Senin (13/10/2025).
Serikat Buruh menolak usulan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen yang disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Ia mengatakan, Airlangga menyampaikan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen dalam Investor Daily Summit 2025 di Jakarta. “Koalisi Serikat Pekerja KSP-PB dan Partai Buruh menyatakan bahwa kenaikan upah minimum yang diusulkan oleh kelompok buruh tetap 8,5 persen sampai dengan 10,5 persen,” ujar Said. Ia pun berharap, pemerintah seharusnya menggunakan formula yang berpihak kepada pekerja agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Putusan MK soal Penentuan UMP
Sebelumnya, MK mengeluarkan Nomor 168/PUU-XXII/2024 terkait pemberlakuan upah minimum sektoral (UMS) untuk penentuan UMP pada 31 Oktober 2024. Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 mengabulkan sebagian tuntutan sejumlah serikat pekerja soal isu ketenagakerjaan di dalam Undang-Undang Cipta Kerja. “Menyatakan Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 … bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota’,” tulis MK dalam putusannya.
Sebelumnya, aturan tentang pemberlakuan UMS terdapat pada UU Ketenagakerjaan yang diteken pada 2003. MK sependapat dengan gugatan yang dilayangkan kaum buruh bahwa dalam praktiknya, penghapusan UMS sama saja negara tak memberi perlindungan yang memadai bagi pekerja. Sebab, pekerja di sektor-sektor tertentu memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda. Penghapusan UMS dinilai justru bisa mengancam standar perlindungan pekerja, khususnya pada sektor-sektor yang sebetulnya memerlukan perhatian khusus dari negara.
Oleh karena itu, MK menegaskan, UMS mesti diberlakukan lagi. MK pun meminta pasal soal pengupahan harus “mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua”.
Sumber : kompas.com