SMARTPEKANBARU.COM – Meski sudah dua tahun beroperasi, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh terus jadi beban keuangan BUMN-BUMN Indonesia yang jadi pemegang sahamnya. Perusahaan operator sekaligus pemegang konsesi KCJB, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), mencatat kerugian triliunan sejak beroperasi. Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited) yang dirilis di situs resmi PT KAI, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), pemegang saham mayoritas KCIC, mencatat kerugian hingga Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024. Situasi belum juga membaik di tahun ini. Hanya dalam paruh pertama 2025, PSBI kembali menanggung rugi sebesar Rp 1,625 triliun.
Utang kereta cepat jakarta bandung
Besarnya kerugian yang harus ditanggung perusahaan-perusahaan BUMN Indonesia ini, karena KCIC harus menanggung beban pembayaran utang pokok dan bunga ke kreditur China.
Jumlah utang yang harus ditanggung KCIC menembus Rp 120,38 triliun atau sekitar 7,27 miliar dollar AS (kurs Rp 16.500), dengan bunga sebesar 2 persen per tahun. Jumlah ini belum menghitung tambahan utang baru karena pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dollar AS (setara Rp 19,88 triliun), bunga utang tambahan ini juga lebih tinggi. Untuk diketahui, sebagian besar pembiayaan proyek Whoosh ditopang pinjaman dari China Development Bank (CDB), ditambah penyertaan modal pemerintah lewat APBN, serta kontribusi konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China. Purbaya tolak APBN dilibatkan lagi Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa blak-blakan soal alasan keengganan dirinya agar duit APBN ikut dilibatkan dalam penyelesaian utang PT KCIC yang saham mayoritasnya dikuasai BUMN Indonesia. Ia secara terbuka menyebut bahwa utang kereta cepat harus ditanggung Danantara yang saat ini mengelola semua aset BUMN. Sehingga beban utang KCIC yang harus dibayar ke China, harus diselesaikan sendiri oleh Danantara, bukan dengan uang pajak.
“Kan KCIC di bawah Danantara ya, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri,” ucap Purbaya ditemui di Bogor. Ia usul, daripada menggunakan APBN, pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung dicicil menggunakan dividen BUMN yang dikumpulkan Danantara. “Punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa dapat Rp 80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage (utang KCJB) dari situ. Jangan kita lagi,” beber Purbaya.
Mantan bos Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini kemudian menyinggung soal dividen BUMN yang tak lagi masuk sebagai pemasukan kas negara lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Kan kalau nggak, ya semuanya kita lagi, termasuk devidennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government,” kata Purbaya.
sumber ; kompas.com