SMARTPEKANBARU.COM – Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengimbau masyarakat untuk dapat waspada terhadap maraknya tindak pidana penipuan berbasis online atau siber yang semakin canggih dan merugikan.
Kejahatan digital ini terus berevolusi, mengincar data pribadi dan rekening bank masyarakat dengan berbagai cara manipulatif.
Kasubdit V Siber Reskrimsus Polda Riau Kompol Dany Andhika Karya Gita mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk lebih berhati-hati dan tidak mudah percaya pada pesan, tautan, atau telepon yang mencurigakan.
“Modus-modus yang digunakan para pelaku ini beragam dan memanfaatkan momen-momen tertentu,” katanya, Selasa (14/10/2025).
Ia menekankan pentingnya untuk mewaspadai celah yang sering dimanfaatkan pelaku.
“Masyarakat harus selalu ingat, jangan pernah berikan kode OTP, PIN, atau data perbankan kepada siapapun, dengan alasan apapun. Pihak bank atau instansi resmi tidak akan pernah meminta data sensitif tersebut melalui telepon atau chat pribadi,” tegasnya.
Ia merincikan beberapa modus penipuan siber yang kerap terjadi.
Di antaranya, yakni modus scam lewat pesan WhatsApp yang meminta korban mengunduh file berekstensi .apk atau .zip.
Setelah file diunduh, malware akan otomatis menginstal dan mengambil alih kendali ponsel, termasuk mencuri data kredensial mobile banking.
Kemudian, modus phising, di mana pelaku mengirim tautan atau website palsu yang sangat mirip dengan situs resmi seperti bank, media sosial, atau layanan publik, seolah-olah berisi informasi penting bagi korban.
Tautan ini biasanya disebar melalui email, pesan berantai, dan lain-lain.
Korban yang memasukkan username dan password pada situs palsu tersebut tanpa sadar telah memberikan data pribadinya kepada pelaku.
Modus ini sering menggunakan iming-iming hadiah, perubahan tarif bank, atau pemblokiran akun.
Lalu modus social engineering. Di sini, pelaku akan mengumpulkan informasi tentang korban dari berbagai sumber seperti media sosial.
Seterusnya, pelaku akan menghubungi korban dengan menyamar sebagai sumber yang terpercaya, seperti staf bank atau petugas IT, dan menggunakan informasi yang sudah dikumpulkan untuk membangun kepercayaan.
Di sinilah, pelaku selanjutnya meminta informasi sensitif dari korban, seperti kata sandi atau detail login, atau membujuk korban untuk mengklik tautan berbahaya atau mengunduh malware, atau bahkan mengirimkan sejumlah uang ke rekening tertentu.
Beralih ke modus berikutnya, yaitu love scamming, di mana pelaku membangun hubungan romantis palsu dengan korban, lalu meminta sejumlah uang dengan berbagai alasan mendesak.
Terakhir, modus penipuan jual beli online, yang mana pelaku biasanya menawarkan barang dengan harga sangat murah atau menggunakan rekening palsu, dan barang tidak pernah dikirim setelah uang ditransfer.
Terkait beberapa modus penipuan ini, Dany mengimbau masyarakat agar selalu memverifikasi informasi melalui kanal resmi, mengaktifkan fitur keamanan ganda (two-factor authentication) pada aplikasi sensitif, dan segera melapor ke bank atau kepolisian apabila merasa menjadi korban penipuan siber.
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau mencatat sebanyak 82 laporan pengaduan penipuan transaksi keuangan diterima melalui sistem Indonesia Anti Scam Center (IASC) sejak periode soft launching November 2024 hingga 15 September 2025.
Dari jumlah tersebut, total nilai kerugian yang dilaporkan masyarakat mencapai Rp 3,7 miliar, dengan Rp 778 juta di antaranya berhasil diblokir atau dibekukan oleh lembaga jasa keuangan.
Kepala OJK Provinsi Riau, Triyoga Laksito mengatakan, data tersebut belum mencakup seluruh laporan yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat Riau melalui kanal pelaporan masing-masing lembaga keuangan.
“Total nilai kerugian yang dilaporkan masyarakat mencapai Rp 3,7 miliar. Angka itu baru berasal dari pengaduan yang disampaikan melalui sistem IASC yang kami bantu input dan tindak lanjuti. Masih ada laporan lain yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat ke lembaga keuangan masing-masing,” kata Triyoga kepada Tribun, Selasa (14/10/2025).
Sumber : TribunPekanbaru.com