SMARTPEKANBARU.COM- Anemia masih menjadi masalah gizi utama di Indonesia, khususnya pada bayi dan balita. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa 48,9 persen balita di Indonesia mengalami anemia defisiensi zat besi. Kondisi ini bukan sekadar gangguan kesehatan ringan, melainkan dapat berdampak panjang pada tumbuh kembang anak, menurunkan kecerdasan, melemahkan daya tahan tubuh, hingga menghambat produktivitas di masa depan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), perbaikan gizi, termasuk pencegahan anemia, berkorelasi langsung dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak, sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat, serta kehamilan dan persalinan yang lebih aman.
Bahkan, Bank Dunia memperkirakan bahwa investasi pada nutrisi dapat meningkatkan produktivitas ekonomi negara berpendapatan rendah dan menengah hingga 110 miliar dolar AS. Artinya, mencegah anemia sejak dini bukan hanya menyelamatkan generasi, tetapi juga berdampak pada kekuatan ekonomi bangsa.
Medical & Scientific Affairs Director Nutricia Sarihusada, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi menegaskan bahwa pencegahan adalah investasi paling efektif. “Riset menunjukkan intervensi preventif akan efektif jika biayanya terjangkau, mencegah perawatan lanjutan yang mahal, dan menjangkau populasi dalam skala besar sehingga dampaknya signifikan,” katanya dalam acara forum internasional Healthcare Innovation Leaders Asia 2025 yang diselenggarakan di Jakarta pada 27–28 Agustus 2025.
Ia menambahkan, hal tersebut sangat relevan dengan situasi di Indonesia, di mana masalah stunting, anemia, kelahiran prematur, hingga alergi protein susu sapi masih menjadi tantangan besar. Direktur Perencanaan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan, Laode Musafin, SKM, M.Kes, yang hadir dalam forum tersebut menyampaikan bahwa pemerintah terus berupaya memperkuat ekosistem kesehatan preventif melalui pemanfaatan teknologi dan data.
“Melalui platform DREAMS, Kemenkes menyediakan data kesehatan terintegrasi sebagai acuan penting bagi daerah dalam menentukan langkah prioritas,” katanya. Menurut Dr.Ray, deteksi dini menjadi kunci dalam melakukan strategi peningkatan status kesehatan anak. “Dengan inovasi seperti ‘Iron Calculator’ maupun pemeriksaan digital non-invasif, risiko kesehatan anak dapat dikenali lebih cepat sehingga intervensi tepat bisa dilakukan sebelum terlambat,” ujarnya.
Sebuah studi dari Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menegaskan bahwa skrining dini dan intervensi preventif gizi berperan penting dalam menurunkan risiko kesehatan anak dan mengurangi biaya perawatan jangka panjang. Dr. Ray menambahkan bahwa pencegahan anemia dapat dilakukan dengan suplementasi zat besi dan vitamin C secara rutin pada bayi, balita, serta ibu hamil. Fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro penting juga dapat membantu. Sejak 2011, Ikatan Dokter Anak Indonesia juga telah merekomendasikan pemberian suplemen besi kepada semua anak dengan prioritas usia 0-5 tahun agar mereka tidak terkena anemia.
Sumber : Kompas.com